Psikologi Agama - Sikap Remaja terhadap Agama
Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan dapat dikatakan sangat bergantung pada kebiasaan masa kecil dan lingkungan agama yang memengaruhi besar-kecil minat mereka terhadap masalah keagamaan. Ajaran-ajaran agama pada dasarnya telah diterima oleh seseorang pada masa kecilnya. Dan apa yang bertumbuh dari masa kecil itulah yang dipeganginya melalui pengalaman-pengalaman yang dirasakannya. Pertumbuhan tentang ide-ide agama sejalan dengan perkembangan kecerdasannya. Pengetahuan-pengetahuan tentang hal-hal yang abstrak, seperti tentang akhirat, syurga neraka dan lain-lainnya dapat diterima apabila perkembangan kecerdasannya telah memungkinkannya untuk itu.
Sebagaimana telah diketahui tentang perkembangan jiwa keagamaan pada remaja, bahwa di antara faktor-faktor yang memengaruhi sikap remaja terhadap masalah keagamaan adalah : (a) pertumbuhan pikiran dan mental, (b) perkembangan perasaan, (c) pertimbangan sosial, (d) perkembangan moral.
Berdasarkan faktor-faktor dominan di atas, Zakiyah (1970:91) membagi sikap remaja terhadap masalah keagamaan sebagai berikut:
1. Percaya turut-turutan.
Sesungguhnya kebanyakan remaja percaya kepada tuhan dan menjalankan ajaran agama, karena mereka terdidik dalam lingkungan yang beragama, karena bapak ibunya orang beragama, teman dan masyarakat disekelilingnya rajin beribadah, maka mereka ikut percaya dan melaksanakan ibadah dan ajaran-ajaran agama, sekedar mengikuti suasana lingkungan di mana ia hidup. Percaya yang seperti inilah yang dinamakan percaya turut-turutan. Mereka seolah olah apatis, tidak ada perhatian untuk meningkatkan agama, dan tidak mau aktif dalam kegiatan kegiatan agama.
Kenyataan seperti ini, dapat kita lihat lihat dimana-mana sehingga banyak sekali remaja yang beragama hanya karena orang tuanya beragama. Cara beragama seperti ini merupakan lanjutan dari cara beragama dimasa kanak-kanak seolah tidaak terjadi perubahan apa-apa dalam pikiran mereka terhadap agama.
Kepercayaan ini biasanya terjadi apabila orang tua memberikan didikan agama dengna cara menyenangkan jauh dari pengalaman pahit di waktu kecil, dan setelah menjadi remaja tidak mengalami pula peristiwa atau hal-hal yang menggoncangkan jiwanya, sehingga cara kekanak-kanakan dalam beragama terus berjalan, tidak perlu ditinjaunya kembali. Akan tetapi apabila dalam usia remaja, menghadi peristiwa yang mendorongnya untuk meneliti kembali peristiwa waktu kecilnya maka ketika itu kesadarannya kaan timbul dan sehingga ia menjadi bersemangat sekali, ragu-ragu atau anti agama.
Percaya turut-turutan seperti ini biasanya tidak lama, dan bnyak terjadi hanya pada masa-masa remaja pertama (13-16 tahun). Sesudah itu biasanya berkembang kepada cara yang lebih kritis dan lebih sadar (Zakiah, 1970:91-92).
2. Percaya dengan kesadaran;
Setelah kegoncangan remaja pertama agak reda, yaitu usia sekitar 16 tahun, dimana pertumbuhan jasmani hampir selesai,kecerdasan juga sudah dapat berfikir lebih matang dan pengetahuan bertambah. Kesadaran dan semangat agama pada masa remaja itu mulai dengna cenderungnya remaja dari meninjau dan meneliti kembali caranya beragama dimasa kecil dulu.
Biasanya semangat agama itu tidak terjadi sebelum usia 17 atau 18 tahun, dan semangat agama ini memiliki dua bentuk, yaitu semngat positif dan khurafi.
3. Percaya, tetapi agak ragu-ragu (bimbang).
Kebimbangan remaja terhadap agama itu berbeda antara individu satu dengan individu lainnya sesuai dengan kepribadian masing-masing. Ada yang mengalami kebimbangan ringan yang dengan cepat dapat diatasi dan ada yang sangat berat sampai pada berubah agama. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr. Al-Malighy terbukti bahwa sebelum usia 17 tahun kebimbangan beragama tidak terjadi. Puncak kebimbangan itu terjadi antara 17 – 20 tahun.
Sesungguhnya kebimbangan beragama itu bersangkut paut dengan semangat agama. Kebimbangan beragama menimbulkan rasa dosa pada remaja. Biasanya setelah keraguan itu selesai timbullah semangat agama yang berlebihan baik dalam beribadah maupun dalam mempelajari bermacam-macam ilmu pengetahuan yang dapat memperkuat keyakinannya.
4. Tak percaya sama sekali, atau cenderung pada atheis.
Salah satu perkembangan yang mungkin terjadi pada akhir masa remaja adalah mengingkari wujud Tuhan sama sekali dan menggantinya dengan keyakinan lain atau mungkin tak mempercayai-Nya sama sekali. Ketidakpercayaan sama sekali kepada Tuhan tidak terjadi sebelum umur 20 tahun. Mungkin saja, terjadi pengakuan dari seorang remaja bahwa dirinya atheis, tetapi ketika dianalisis, di balik keingkarannya itu, tersembunyi kepercayaan kepada Tuhan. Dalam hal seperti inilah, kebanyakan remaja di bawah umur 20 tahun menagku atau menyangka bahwa ia tidak percaya kepada Tuhan, tetapi sesungguhnya pengakuan tersebut hanyalah protes atau ketidakpuasan terhadap Tuhan.
Daftar Pustaka:
· Syamsul Arifin Bambang. Psikologi Agama, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2008
· Hidayati,Heny Narendrany,. Andri Yudiantoro. Psikologi Agama. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007
Post a Comment for "Psikologi Agama - Sikap Remaja terhadap Agama"